Endorsement

Belakangan, saya sangat sering diminta untuk memberi endorsement pada buku yang hendak diterbitkan. Karena sibuk, sehingga tidak mungkin untuk membaca buku yang perlu saya beri endorsement itu, dengan berat hati sering saya menolaknya.
Ada pula yang semula saya sanggupi, naskah bukunya saya simpan guna mencari waktu terbaik untuk membacanya. Tapi, lagi-lagi karena sibuk atau lupa, tahu-tahu sudah lewat sekian bulan, dan buku tersebut telah terbit. Terbayanglah, wajah pengarangnya yang kesal, karena permintaan endorsement-nya terkesan saya abaikan.

Endorsement ada juga yang menyebutnya testimoni– kini seakan menjadi sesuatu yang mutlak ada untuk mengantarkan buku baru kepada publiknya. Seakan, tanpa pengantar pendek pada sampul depan maupun belakang buku itu, sebuah buku menjadi kurang lengkap. Nyaris hampir tiap buku saat ini dilengkapi endorsement.

Bahkan, saking percayanya pada manfaat pengantar pendek tersebut, ada buku yang dilengkapi banyak endorsement, sampai berderet-deret pada sampul depan dan belakang, serta halaman dalam. Seakan penerbit dan pengarangnya tidak yakin kalau tanpa endorsement buku tersebut akan laku dan akan dibaca orang.

Makna leksikal endorsement, sebenarnya adalah pengesahan, pengabsahan, atau persetujuan. Pengantar pendek (umumnya hanya satu alinea) ini biasanya diberikan oleh tokoh yang dikenal atau dipercaya memiliki kapabilitas untuk mengomentari suatu buku.

Jika buku tersebut buku sastra, maka yang dipilih untuk memberikan endorsement adalah kalangan sastrawan, pengamat sastra, kritikus dan akademisi sastra. Sebab, merekalah yang dianggap kapabel untuk menilai ataupun mengantarkan buku sastra kepada publik (pembaca)-nya.

Tetapi, kalau kita amati, endorsement buku-buku sastra baik kumpulan puisi, kumpulan cerpen, novel, maupun kumpulan artikel serta esai sastra (juga buku-buku lain) yang terbit di Indonesia tidak selalu diberikan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas seperti dimaksud. Kesannya, jadi pokoknya buku tersebut ada endorsement-nya. Tak peduli diberikan oleh siapa.

Gejala lain, kerap kita temukan endorsement yang kurang pas dengan isi buku, dan kerap pula terlampau memuji. Untuk gejala yang pertama, bisa ditebak bahwa pembuat endorsement belum membaca bukunya secara benar, karena belum punya waktu. Namun, karena diharapkan benar (setengah didesak) oleh penerbit ataupun pengarangnya, maka ia buat endorsement dari hasil pembacaan sepintas yang melompat-lompat.

Sedangkan untuk endorsement terlampau memuji, dapat diduga sang pembuatnya memang sengaja hendak mengangkat atau mempromosikan buku tersebut. Bisa dari inisiatif sendiri, bisa pula atas permintaan penerbit atau pengarangnya. Endorsement menjadi bagian dari alat promosi untuk menarik minat para calon pembacanya. Bahkan bisa jadi endorsement tersebut sudah disiapkan oleh penerbit atau pengarangnya, dan sang tokoh yang namanya bakal dicantumkan di bawah endorsement tinggal menyetujuinya.

Dalam kasus-kasus seperti di atas, sangat tidak pas jika endorsement dianggap sebagai kritik ataupun resensi pendek. Tidak pula cukup pas untuk dianggap sebagai gambaran ringkas atas isi buku. Pengantar pendek tersebut hanya dapat dianggap sebagai pelengkap, alat promosi, atau bahkan sekadar penambah unsur desain grafis agar sampul belakang buku tidak kosong.

Jika kita merujuk pada makna yang sebenarnya, endorsement sebenarnya tidak dapat dibuat dengan sembarangan, tidak pula sekadar dijadikan alat promosi, karena mengandung pertanggungjawaban moral dan intelektual. Apalagi, jika pengantar pendek itu dianggap sebagai testimoni, yang berarti kesaksian atau pemberian kesaksian (atas isi buku).

Dalam konteks makna tersebut, pemberi endorsement harus benar-benar membaca buku sampai selesai serta memahami isi buku, agar komentar pendeknya tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan komentar pesanan yang mengecoh pembaca, atau mempromosikan buku secara berlebihan.
Baca Lengkapnya....

DOA RINAI HUJAN

rintik hujan itulah
yang senantiasa menyampaikan
kasihmu padaku, dan ika-ikan
selalu mendoakan keselamatanku
jika kau tanya makna goyangku
goyangku zikir tersempurna
di antara para kekasih jiwa
angin mengusap bening air telaga
mengazaniku sujud ke pangkuannya
burung-burung itulah
yang selalu menyampaikan
salamku padamu, ketika angin senja
mengusap suntuk zikirku
jika kau tanya agamaku
agamaku agama keselamatan
jika kau tanya makna imanku
imanku iman kepasrahan
hidupku mengakar di jantung tuhan
sukma menyala menyibak kegelapan

pandanglah putik bungaku
nur muhammad mekar sepenuh jiwa
pandanglah daun-daunku
jari-jari tahiyat terucap
tiap akhir persembahan
zikirku zikir kemanunggalan
diri lebur ke dalam tuhan


Jakarta, 1998/2003.
Baca Lengkapnya....

CATATAN SENJA

DI negeri kota: singapura

senja rebah di atap tampenis plaza
langit mengatup, mendekap negeri kota
dalam remang cahaya. gerimis jatuh
dan kau tiba-tiba berkata,

– bergegaslah, hai, pengembara.
saat pemberangkatan segera tiba, ke negeri jauh
tempat sejarah melintas dan bermula.

dalam tergesa, aku jadi lupa
memungut dua helai rambutmu
yang tersisa di lipatan jendela plaza
(dengan mulut bau pizza, tadi sempat
kukecup keningmu di balik temboknya)

tak kuduga, harum parfummu terbawa juga
melintas benua, ke pelataran ayasophia
tapi, siapa aku mesti memanggilmu nanti
ketika langkahku sampai ke negerimu lagi
mei hwa, clara, atau aisah saja?

dalam dirimu, tionghoa, melayu, dan eropa
menyatu jadi bangsa yang begitu
menghargai makna kerja

Singapura, 1997/1999.
Baca Lengkapnya....

CATATAN SENJA DI JENDELA BUS KOTA

Selalu saja berkelebat bayangmu
Di antara kesiur angin, kepul asap dan debu
Tak ada bau parfum yang tersisa
Tak pula patahan helai rambutmu
Tapi di pojok jendela bus kota
Masih mekar juga senyum mawarmu

Kutahu, duniaku sekotor debu
Sehina ketombe yang sesekali mengusam
Pada kilau rambutmu
Tapi pada jantung sekecil debu
Ingin kubingkai luas cakrawala
Bagi kerling matamu

Pernahkah kau rasa juga
Semua yang kurindu?
Ah, kutahu, kutahu, ingatan itu
Telah terhapus jadwal rendesvous
Yang tak terjangkau sisa usiaku

Jakarta, Februari 2007.
Baca Lengkapnya....