Musik, di kalangan anak muda perkotaan, kerap tak terpisahkan dari miras dan narkoba. Tapi, kali ini benar-benar beda: musik justru dijadikan media untuk melawan miras dan narkoba. Inilah yang dilakukan oleh Himpunan Musisi Jakarta (HMJ).
Berkolaborasi dengan Creative Writing Institute (CWI) dan Majelis Dzikir Nurul Mustofa, mereka menggelar pertunjukan spektakuler di Plasa Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora), Senayan, Jakarta. Menegpora Adhyaksa Dault, yang melihat gerakan anak-anak muda itu sejalan dengan program lembaga yang dipimpinnya, mendukung penuh gerakan tersebut.
Adalah Ketua HMJ Romi Kurniawan, Leader HMJ Mey Suyana, dan Direktur CWI Hudan Hidayat yang memotori pertunjukan itu, dengan dukungan penuh Menegpora Adhyaksa Dault dan pimpinan Majelis Dzikir Nurul Mustofa Habib Hasan bin Dja’far Assegaff. Mereka memanfaatkan even tahunan, Festival Kreativitas Pemuda 2006, yang digelar oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI.
Sambil menutup tahun 2006, pertunjukan musik digelar di hadapan sekitar 10 ribu penonton, pada 23 dan 24 Desember 2006, sebagai puncak even tahunan tersebut. ”Pertunjukan yang memadukan seni musik, sastra dan dzikir, baru pertama kali ini diadakan,” kata Hudan. ”Acara ini menjadi puncak Festival Kreativitas Pemuda 2006,” kata Asdep Bidang Pengembangan Wawasan dan Kreativitas Pemuda, Dasril Anwar.
Pada hari pertama, acara dimulai dengan konvoi sepeda motor dari Pasarminggu menuju komplek Kemenegpora di Senayan. Sampai di gerbang komplek, rombongan konvoi menyalakan kembang api. Mereka pun disambut oleh Menegpora beserta jajarannya, dan puluhan ribu jamaah yang memadati plasa Kemenegpora.
Sebagai novelis pecinta musik, Hudan melihat pentingnya untuk memadukan sastra, musik, dzikir, dan semangat kebangsaan. ”Ini agar aktivitas sastra dan musik selalu disemangati oleh nilai-nilai agama untuk kemaslahatan bersama,” katanya mengantarkan acara.
Menegpora Adhyaksa Dault kemudian menyambung acara dengan sepatah kata dan harapan-harapannya. Dzikir dan doa bersama untuk keselamatan bangsa yang dipimpin oleh Habib Hasan bin Dja’far Assegaff lantas memberi sentuhan religius yang sangat kental. ”Kita membutuhkan doa-doa dan dzikir seperti ini untuk menyelamatkan bangsa,” kata Adhyaksa.
Uniknya, di sela-sela renungan, dzikir dan doa, Habib Hasan melantunkan shalawat Nabi dengan iringan musik rebana, sehingga siraman rokhaninya menjadi terasa musikal. Sebelum dzikir dan doa, suasana musikal pun sudah tercipta ketika grup marawis dan nasyid dari Majlis Dzikir Nurul Mustofa ‘membasahkan’ malam dengan shalawat dan lagu-lagu religius.
Suasana plasa Kemenegpora makin terasa musikal sepanjang hari kedua. Panggung diisi pertunjukan musik sejak pagi hingga tengah malam. Di tengah-tengahnya juga terlantun sajak dan fragmen cerpen. Puncaknya adalah pentas The Upstairs, Zelda Band, dan Security Band. Sekitar satu jam The Upstairs memukau penonton dengan lagu-lagu bernuansa musik 1970-an.
Pada hari kedua panggung memang lebih berat pada kesenian. Sejak pagi diisi 65 grup band dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatera. Mereka adalah grup-grup yang masuk grand final festival band yang terjaring melalui sistem recording dan performance. ”Mereka terseleksi melalui audisi di Jakarta, Bogor, Bandung, Bandarlampung, dan Palembang,” kata Romi Kurniawan.
Setelah bertarung ketat, grup Medusa dari Jakarta Timur terpilih sebagai juara pertama. Juara kedua diraih oleh Mineral dari Jakarta Pusat, dan juara ketiga Klavinosa dari Depok. Sedangkan The Upstairs mendapat penghargaan Pelopor Kreativitas Pemuda 2006 yang diserahkan oleh Sekretaris Menegpora Prof Dr Thoha Cholik Muthohir.
Persaingan ketat juga terjadi antar-finalis grup nasyid dan para cerpenis muda dari seantero Tanah Air yang juga menjadi bagian dari Festival Kreativitas Pemuda 2006. Lomba nasyid dimenangkan oleh Grup Sahara dari Jakarta, sedangkan lomba cerpen dimenangkan oleh M Badri dari Bogor. Hadiah untuk para juara diserahkan malam itu juga, antara lain oleh Deputi Bidang Pemberdayaan dan Kewirausahaan Pemuda Syahyan Asmara, dan staf khusus Menegpora Rafli Effendi.
Ditutup oleh Thoho Cholik Muthohir, panggung lantas dihentakkan pertunjukan musik The Upstairs, Zelda Band, dan Security Band. Sampai larut malam, penonton seperti enggan terhenyak, meski pertunjukan telah usai.
Bermusik dengan Pendekatan Agama
Tewasnya seorang anak band akibat over dosis, menyadarkan Romi Kurniawan dan kawan-kawannya untuk mencari pendekatan baru dalam bermusik. Dan, yang dipilihnya adalah pendekatan agama. ”Dengan pendekatan agama, kami yakin para musisi dapat terhindar dari miras dan narkoba,” katanya.
Pendekatan ini, tambah leader HMJ Mey Suyana, dapat menghindarkan generasi muda pecinta musik dari pengaruh miras dan narkoba. Karena itu, Himpunan Musisi Jakarta (HMJ), yang kini diketuai Romi, tidak hanya berorientasi komersial dalam merancang kegiatan-kegiatannya.
Selain berkolaborasi dengan majelis dzikir, HMJ juga kerap menggelar konser-konser amal anti-kekerasan dan narkoba, seperti yang diadakan di Bulungan belum lama ini. ”Even-even yang kami adakan lebih untuk mencari kebermanfaatan,” kata Mey, yang memang bertugas menyiapkan even.
Salah satu even penting yang telah dirancang HMJ adalah konser amal pada Maret 2007 nanti. Dana yang
terkumpul dari konser ini, kata Romi, akan disumbangkan ke pondok pesantren, yayasan yatim piatu, dan majelis dzikir, antara lain Ponpes Annadliyah Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar