Sajak-sajak Terbaru Ahmadun Yosi Herfanda



Sajak-sajak Ahmadun Yosi Herfanda
(Dimuat di Media Indonesia 10 Mei 2015)




AKU SUDAH LELAH BERTERIAK

mungkin aku kini akan berbisik saja, pada angin, pada debu yang berpusing, pada semut yang berderet di jendela, pada burung yang melintas di udara. aku sudah lelah berteriak, mengingatkanmu akan riwayat ular dan buaya, yang sesekali menjelma tikus dan musang di lipatan pakaian dinasmu. mungkin daun-daun ayat itu akan layu, dan runtuh bagai helai-helai daun jambu.

mungkin kini aku akan bergumam saja, membiarkanmu melipatgandakan angka-angka, yang kau curi dari anggaran belanja negara, dan menumpuk di rekening istri simpananmu. ah, ada pula yang kau sembunyikan di kardus berdebu. bagai igauan ilalang pada embun, bagai igauan ketela pada belatung, aku akan menghitung diam-diam, sampai saatnya darahku mendidih dan kepal tanganku menghantam ke wajahmu. lalu aku akan kembali bergumam saja, membiarkanmu berlalu dengan wajah lebam dan membiru.

ah, siapa akan mendengar detak jantungku, galau hatiku, kecamuk otakku. mungkin aku sisipus yang gigih mendorong batu ke atas bukit itu. mungkin aku bilal yang terus berseru meski dada ditimpa batu, sampai saatnya batu berbalik menimpuk wajahmu yang dungu.

Kota Tangerang Selatan, Januari 2015


















CATATAN SEPERCIK BANJIR

hari ini aku ulang tahun. tapi Jakarta banjir lagi, dan aku terjebak di jalan tol. tapi hari ini aku ulang tahun. apakah banjir juga perlu ulang tahun? langit gelap dan bulan yang kesiangan tersedu di balik awan kelabu. tapi hari ini aku ulang tahun. apa kau tak tahu. tolong nyanyikan happy birthday, atau lagu-lagu cinta yang membara, bukan lagu-lagu patah hati itu. bukan lagu banjir meluap, bukan lagu sampah ciliwung yang menumpuk di ruang tamu rumahmu.

hari ini aku ulang tahun, tapi hujan tak reda-reda dan banjir makin merata di jalan-jalan raya. Hari ini aku ulang tahun. Masih adakah tempat yang romantis dengan harga terjangkau dompet penyajak? Masih tersisakah ruang hijau yang tak tergenang air hujan? Hari ini aku ulang tahun, tapi lagi-lagi kamu menyanyikan lagu patah hati itu, lagu melankoli yang meriwayatkan hidup burammu sendiri.

hari ini aku ulang tahun. ah, apa pedulimu. ulang tahun hari ini, esok atau lusa, sama saja. banjir tetap menelan Jakarta. lihat wajah gubernurmu yang makin kecut dan tak dapat lagi tertawa. mungkin ia pun lupa ulang tahunnya. hari ini aku ulang tahun, dan lagi-lagi banjir menelan Jakarta. ah, itu baru sepercik, katamu. monas masih menjulang, dan belum tersentuh bongkahan emasnya.

hari ini aku ulang tahun, dan mungkin juga kau, dalam rasa sepi dan patah  hati lagi. ya, akhirnya kudengar juga suara tangismu dalam gemuruh banjir oarta sajakku. sungguh, ingin kuusap air matamu, tapi banjir telah menghanyutkan sapu tanganku!

Jakarta, 17 Januari 2014













BERAPA USIAMU HARI INI

berapa uisamu hari ini? sehelai bulu matahari tanggal lagi
oleh gigitan tokek waktu. pada lipatannya berderet bangkai
kutu dan kecoa yang kau bunuh kemarin lusa. kata-kata
berhamburan dari jendela, larut dalam hiruk-pikuk jalan raya
adakah makna jam tersisa pada cecerannya?

berapa usiamu hari ini? jadikah kau membunuhku
malam ini? ah, rasanya aku belum tega. uban di rambutmu
belum merata, dan yang kemarin memutih
kini telah lenyap di salon kecantikan pinggir kota
(perempuan itu begitu suka mengusap tiap uban
di kepalamu, seperti ia usap kepala anak pertamanya
sebab pada tiap helainya tertera angka-angka)

berapa usiamu hari ini? hitung saja potongan kuku jariku
yang telah kau kubur itu. pada tiap helainya tertera
detak jantungku yang melambat pada kerdip matamu.
ya, berapa usiamu hari ini? hitung saja sendiri
sampai kau benar-benar tega membunuhku
sambil tersedu di balik lipatan buku harianmu!

Pamulang, 17 Januari 2015
















TERDENGAR PANGGILAN ITU LAGI

terdengar panggilan itu lagi. dari arah rahasia
yang tak dapat diraba oleh pelacak apa saja
mushalla di seberang sedang mati listriknya
dan televisi di ruang tamu sudah kumatikan
sebelum senja.

terdengar suara itu lagi, ya, suara itu lagi
seperti dari balik daun telinga atau dari dalam
bilik jiwa. ah, tidak juga. mungkin dari dalam
tiap gelembung oksigen yang mengalir
bersama udara, yang menyentuh bulu-bulu lembut
di sekeliling gendang telinga

terdengar panggilan itu lagi. ya, panggilan itu lagi
bersama atom-atom udara yang menyusup dada
dan mengadzaniku dari bilik jantung tua.
terdengar suara itu lagi, memenuhi kamar
dan menggetarkan tubuh renta

terdengar suara itu lagi. serasa suara Rindu
nafas zuhudku yang makin dekat padaMu
ayo, menghadap padaku sekarang juga
akan kupeluk Engkau
dengan segenap Cinta!

Pamulang, Maret 2015

















PERBINCANGAN DALAM KAMAR

kau sembunyikan lagi malaikat maut
di balik lipatan kitab langit yang sobekannya
Engkau titipkan di kamarku, pada bab batu nasib
biarkan dia beristirahat dulu menunggu kesiapan jiwa
setelah tubuh menyerah pada kerentaannya sendiri
tak tahu aku bakal menyerah pada stroke atau glukosa
kanker paru atau mag yang menggerogoti lambung tua
mungkin juga pada detak jantung yang mulai
terengah-engah memikul berat badan dan beban usia

biar sajalah, pola hidup telanjur
tak sesuai daur semesta
“jaga makanmu. jaga jam tidurmu!
lang kahkan kaki tiap pagi
mendaki jalan setapak itu!” katamu
ah, enak saja kau bernasihat begitu
pengembaraan mimpi
lebih nikmat bagi renta tubuhku

biarlah kurehatkan dulu malaikat maut
sebab kutahu dia takkan bosan menunggu
mungkin juga kau yang selalu
memelihara rasa Rindu

Pamulang, Januari 2015





















Biografi  Singkat:
AHMADUN YOSI HERFANDA lahir di Kaliwungu, 17 Januari 1958. Ia dikenal sebagai penyair religius-sufistik, tapi juga banyak menulis cerpen, kolom dan esei sastra.  Selama 16 tahun menjadi redaktur sastra Harian Republika (1993-2009). Sejak 2010 dia mengajar Creative Writing dan Academic Writing pada Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong. Ia sering menjadi pembicara dan pembaca puisi dalam berbagai forum sastra nasional dan internasional di dalam dan luar negeri. Saat ini Ahmadun juga menjadi ketua tetap Jakarta International Literary Festival (JILFest), anggota pengarah Pertemuan Penyair Nusantara (PPN), anggota dewan penasihat Nusantara Studies Centre Pattani University Thailand, anggota tim ahli Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud RI bidang Sastra, dan ketua Lembaga Literasi Indonesia (Indonesia Literary Institute). Ia juga pernah menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ, 2009-2012), ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 2007-2012), ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1996), dan ketua Komunitas Cerpen Indonesia (KCI, 2007-2012).

Buku kumpulan sajaknya yang telah terbit, antara lain Sang Matahari (Nusa Indah, Ende Flores, 1980), Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1991), Sembahyang Rumputan (Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996),  Fragmen-fregmen Kekalahan (Penerbit Angkasa, Bandung, 1996), Ciuman Pertama untuk Tuhan (puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004 -- meraih Penghargaan Sastra Pusat Bahasa, 2008), Resonansi Indonesia (Pustaka Litera, 2013), dan Sajadah Kata (Pustaka Litera, 2013). Sedangkan buku kumpulan cerpennya yang telah terbit, antara lain Sebelum Tertawa Dilarang (Balai Pustaka, Jakarta, 1997), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening Publishing, 2004), dan Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004). Saat ini sedang menyiapkan buku-buku kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan kumpulan easi terbarunya.***

Baca Lengkapnya....

Manneke Budiman Menanggapi Esai Ahmadun YH

Coba perhatikan baik-baik asesmen Ahmadun Yosi Herfanda terhadap novel AAC:

KEUNGGULAN:
Kekuatan pertama ya judulnya, seperti yang saya jelaskan tadi. Kedua, pada keteladanan tokoh Fahri. Menurut saya, ini merupakan puncak idealisasi fenomena fiksi islam. Saat itu kan lagi fiksi Islami berkembang sebagai sebuah fenomena. Kita belum menemukan puncaknya seperti apa. Kemudian muncullah Ayat-Ayat Cinta dengan mengangkat teladan tokoh yang menarik.

Teladan tokoh ini penting bagi pembaca muda maupun pembaca perempuan dan keluarga yang memang merindukan bacaan yang mencerahkan. Fahri ini mengandung keteladaan, bisa jadi teladan perjuangan, sikap keislaman. Dan itu ternyata pas untuk kebutuhan pembaca.

Kekuatan ketiga, romantismenya. Ini novel romantis yang Islami. Jarang kisah cinta segiempat didekati secara Islami. Di novel itu kan, pergaulan mereka sangat Islami.Ternyata masyarakat kita masih terpikat atau terpesona kisah yang romantis. Yang namanya novel romantis selalu laris. Misalnya novelnya Hamka.

KEKURANGAN
Kekurangan? Pendekatan sastra murni belum masuk ke sana. Nilai sastra agak kurang. Tapi sebagai novel pop yang Islami cukup kuat. Dalam pengkajian forum sastra yang akademis, novel ini dianggap novel pop saja, seperti karya La Rose dan Marga T, cuma Islami.

Sebagai novel pop yang romantis, tokohnya memang tidak beda jauh dengan dongeng, di mana yang dihadirkan tokoh impian. Ya laki-laki ideal menurut penulisnya ya seperti Fahri. Dalam realitasnya nggak ada. Namanya dongeng kan tidak membumi seperti cverita pangeran katak itu.

AMATAN SAYA: pada sisi KEUNGGULAN, Ahmadun bersifat ambigu sebab ia di satu pihak menganggap romantisme sebagai sebuah kekuatan, sambil di lain pihak mengaitkannya dengan rendahnya selera masyarakat pembaca Indonesia yang masih mudah terpikat oleh romantisme. Bahkan, romantisme ini lalu ia kategosikan sebagai kelemahan novel AAC pada sisi KEKURANGAN, karena menawarkan mimpi yang realitasnya tak ada.

Ahmadun lebih jauh bahkan menganggap karya ini tak punya nilai sastra yang tinggi, dan levelnya cuma sederajat sama deongeng, tidak membumi. Laki-laki seperti Fahri tak ada dalam dunia nyata.

PERTANYAANNYA: Bagaimana karya ini lalu dengan demikian cepat dan mudah dikatakan sebagai "Puncak Fiksi Islam"? Ini tampaknya seperti pujian, tapi sesungguhnya bisa dibaca pula sebagai pelecehan terhadap pencapaian fiksi Islami di Indonesia.

Masa Ahmadun tidak familiar dengan karya-karya Islami lain seperti buah tangan para penulis FLP (Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia) atau Abidah El-Khalieqy? Karya-karya mereka jauh lebih kompleks dan berbobot daripada AAC. Islam yang disiarkan dalam karya-karya itu juga lebih konsisten dan setia dengan Qur'an (jika kandungan Islam dijadikan titik tolak asesmen).

Selanjutnya, KOREKSI: Tidak benar jika dikatakan para penulis dari FLP memuji-muji AAC. Asma Nadia punya kritik yang tajam dan cukup valid terhadap AAC, khususnya dalam idealisasi Fahri yang berlebihan dan tak masuk akal. Dan Asma Nadia adalah seorang dedengkot FLP!
Baca Lengkapnya....

Endorsement

Belakangan, saya sangat sering diminta untuk memberi endorsement pada buku yang hendak diterbitkan. Karena sibuk, sehingga tidak mungkin untuk membaca buku yang perlu saya beri endorsement itu, dengan berat hati sering saya menolaknya.
Ada pula yang semula saya sanggupi, naskah bukunya saya simpan guna mencari waktu terbaik untuk membacanya. Tapi, lagi-lagi karena sibuk atau lupa, tahu-tahu sudah lewat sekian bulan, dan buku tersebut telah terbit. Terbayanglah, wajah pengarangnya yang kesal, karena permintaan endorsement-nya terkesan saya abaikan.

Endorsement ada juga yang menyebutnya testimoni– kini seakan menjadi sesuatu yang mutlak ada untuk mengantarkan buku baru kepada publiknya. Seakan, tanpa pengantar pendek pada sampul depan maupun belakang buku itu, sebuah buku menjadi kurang lengkap. Nyaris hampir tiap buku saat ini dilengkapi endorsement.

Bahkan, saking percayanya pada manfaat pengantar pendek tersebut, ada buku yang dilengkapi banyak endorsement, sampai berderet-deret pada sampul depan dan belakang, serta halaman dalam. Seakan penerbit dan pengarangnya tidak yakin kalau tanpa endorsement buku tersebut akan laku dan akan dibaca orang.

Makna leksikal endorsement, sebenarnya adalah pengesahan, pengabsahan, atau persetujuan. Pengantar pendek (umumnya hanya satu alinea) ini biasanya diberikan oleh tokoh yang dikenal atau dipercaya memiliki kapabilitas untuk mengomentari suatu buku.

Jika buku tersebut buku sastra, maka yang dipilih untuk memberikan endorsement adalah kalangan sastrawan, pengamat sastra, kritikus dan akademisi sastra. Sebab, merekalah yang dianggap kapabel untuk menilai ataupun mengantarkan buku sastra kepada publik (pembaca)-nya.

Tetapi, kalau kita amati, endorsement buku-buku sastra baik kumpulan puisi, kumpulan cerpen, novel, maupun kumpulan artikel serta esai sastra (juga buku-buku lain) yang terbit di Indonesia tidak selalu diberikan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas seperti dimaksud. Kesannya, jadi pokoknya buku tersebut ada endorsement-nya. Tak peduli diberikan oleh siapa.

Gejala lain, kerap kita temukan endorsement yang kurang pas dengan isi buku, dan kerap pula terlampau memuji. Untuk gejala yang pertama, bisa ditebak bahwa pembuat endorsement belum membaca bukunya secara benar, karena belum punya waktu. Namun, karena diharapkan benar (setengah didesak) oleh penerbit ataupun pengarangnya, maka ia buat endorsement dari hasil pembacaan sepintas yang melompat-lompat.

Sedangkan untuk endorsement terlampau memuji, dapat diduga sang pembuatnya memang sengaja hendak mengangkat atau mempromosikan buku tersebut. Bisa dari inisiatif sendiri, bisa pula atas permintaan penerbit atau pengarangnya. Endorsement menjadi bagian dari alat promosi untuk menarik minat para calon pembacanya. Bahkan bisa jadi endorsement tersebut sudah disiapkan oleh penerbit atau pengarangnya, dan sang tokoh yang namanya bakal dicantumkan di bawah endorsement tinggal menyetujuinya.

Dalam kasus-kasus seperti di atas, sangat tidak pas jika endorsement dianggap sebagai kritik ataupun resensi pendek. Tidak pula cukup pas untuk dianggap sebagai gambaran ringkas atas isi buku. Pengantar pendek tersebut hanya dapat dianggap sebagai pelengkap, alat promosi, atau bahkan sekadar penambah unsur desain grafis agar sampul belakang buku tidak kosong.

Jika kita merujuk pada makna yang sebenarnya, endorsement sebenarnya tidak dapat dibuat dengan sembarangan, tidak pula sekadar dijadikan alat promosi, karena mengandung pertanggungjawaban moral dan intelektual. Apalagi, jika pengantar pendek itu dianggap sebagai testimoni, yang berarti kesaksian atau pemberian kesaksian (atas isi buku).

Dalam konteks makna tersebut, pemberi endorsement harus benar-benar membaca buku sampai selesai serta memahami isi buku, agar komentar pendeknya tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan komentar pesanan yang mengecoh pembaca, atau mempromosikan buku secara berlebihan.
Baca Lengkapnya....

DOA RINAI HUJAN

rintik hujan itulah
yang senantiasa menyampaikan
kasihmu padaku, dan ika-ikan
selalu mendoakan keselamatanku
jika kau tanya makna goyangku
goyangku zikir tersempurna
di antara para kekasih jiwa
angin mengusap bening air telaga
mengazaniku sujud ke pangkuannya
burung-burung itulah
yang selalu menyampaikan
salamku padamu, ketika angin senja
mengusap suntuk zikirku
jika kau tanya agamaku
agamaku agama keselamatan
jika kau tanya makna imanku
imanku iman kepasrahan
hidupku mengakar di jantung tuhan
sukma menyala menyibak kegelapan

pandanglah putik bungaku
nur muhammad mekar sepenuh jiwa
pandanglah daun-daunku
jari-jari tahiyat terucap
tiap akhir persembahan
zikirku zikir kemanunggalan
diri lebur ke dalam tuhan


Jakarta, 1998/2003.
Baca Lengkapnya....